Jumat, 03 Desember 2010

Fotografi Camp @ Parangloe


Sebenarnya kegiatan ini sudah lama berlalu. Namun, baru sempat membuat catatannya sekarang. Itu pun karena saran dari salah seorang kakak senior. Biasanya saya memang menulis catatan setiap dari melakukan perjalanan atau camping. Hanya saja, entah mengapa waktu itu saya lagi malas untuk menulis. Akhghirnya, setelah tujuh bulan setelah kegiatan tersebut, saya baru bisa membuat catatnnya. Selamat membaca..!!!

Green Communication Club (GCC) Korps Mahasiswa Ilmu Komunikasi (KOSMIK) mengadakan kegiatan camping yang  bernama Fotografi Camp, yang berlangsung selama tiga hari. Tepatnya 7-9 Mei 2010 di kecamatan Parangloe, kabupaten Gowa. Tema ini diambil karena pada camping kali ini kami, selaku anggota GC akan melakukan hunting foto di daerah tersebut, khususnya di lokasi air terjun Parangloe.
Rombongan berangkat ke Parangloe pada hari Jum’at, 7/5/2010. Namun sebelumnya, terlebih dahulu kami semua berkumpul di korps. Rombongan berjumlah sembilan orang. Enam orang naik angkot yang lebih dikenal dengan nama pete-pete dan tiga orang naik motor. Sekitar pukul empat  sore rombongan pun berangkat ke lokasi camping.

Setelah menempuh sekitar tiga jam perjalanan, rombongan pun sampai di kecamatan Parangloe. Namun, untuk masuk ke lokasi camping kami harus melewati jalan setapak. Letak lokasi camping dari jalan besar sekitar satu kilometer. Perjalanan pun dilanjutkan. Namun, baru sekitar dua ratus meter perjalanan, pete-pete yang kami tumpangi bermasalah. Pete-pete sudah tidak dapat melanjutkan perjalanan karena kondisi jalanan yang rusak akibat seringnya hujan. Akhirnya diputuskan untuk turun dari pete-pete dan melanjutkan perjalanan dengan berjalan kaki. Lalu barang-barang pun diturunkan dari pete-pete. Setelah itu kami melanjutkan perjalanan. Untungnya, waktu itu kakak yang naik motor sudah tiba sehingga mereka bisa membantu membawa sebagian barang kami.

Suasana dalam perjalanan cukup mencekam. Bagaimana tidak, kami harus berjalan menempuh jalan setapak yang licin dan berbatu sekitar delapan ratus meter. Keadaan waktu itu benar-benar gelap. Hanya dengan berbekal senter dan headlamp yang cuma beberapa buah kami mencoba menyusuri jalan setapak demi setapak. Meski dingin menelusup ke tulang kami tetap bersemangat dan ingin secepatnya tiba di lokasi camping.


Akhirnya, setelah berjalan sekitar empat puluh menit kami tiba di lokasi camping. Lega sekali rasanya. Lokasi camping cukup strategis karena letaknya dekat dari sungai. Hanya saja, karena keadaan tanah yang tidak rata membuat kami sedikit kesulitan untuk mendirikan tenda. Ditambah lagi dengan banyaknya semut yang ada di setiap tempat mengharuskan kami untuk jeli dalam menetukan letak tenda agar tetap nyaman dan aman. Setelah mendapat tempat yang dirasa cukup baik., tenda pun didirikan. Seperti biasa yang bertugas mendirikan tenda adalah mereka yang cowok. Sedangkan kami cewek-cewek bertugas untuk menyiapkan makanan sambil di bantu beberapa teman cowok yang lain. Dalam rombongan camping ini hanya ada tiga cewek yang ikut, selebihnya adalah kaum adam.  Ada tiga buah tenda yang didirikan. Satu tenda untuk cewek, satu untuk cowok, dan satunya lagi tenda induk, yaitu tenda untuk melakukan semua kegiatan. Seperti untuk makan, tempat diskusi, dan juga tempat tidur.

Setelah tenda didirikan dan makanan sudah masak, kami pun makan bersama. Meski pun hanya makan indomie dan telur, kami tetap menikmatinya. Makanan apa pun yang penting halal, di saat lelah dan lapar seperti ini pasti akan terasa nikmat, menurutku.

Selesai makan, kami breafing. Melakukan evaluasi tentang kegiatan seharian ini. Mulai dari Makassar sampai di Parangloe. Abis itu, kami istirahat melepas lelah. Mempersiapkan tenaga untuk esok hari. Malam semakin larut ketika saya mencoba memejamkan mata sembari mendengarkan suara-suara alam. Suara air, angin, dan suara binatang malam. Suara-suara yang menentramkan hati. Sesuatu yang sulit didapatkan lagi di daerah perkotaan yang hanya dipenuhi oleh kebisingan suara kendaraan, pabrik, dan banyak lagi sumber kebisingan lain.

Sabtu pagi, 8/5/2010. Kicauan burung membangunkanku dari tidurku yang lelap. Kulihat sudah banyak yang bangun. Abis shalat subuh, kami mulai melakukan aktivitas rutin. Seperti biasa, hal yang palin pertama dilakukan adalah memasak. Mempersiapkan makanan untuk menjadi sumber tenaga agar tetap bisa beraktivitas. Kali ini, kakak-kakak cowok yang turun tangan untuk memasak. Saya dan dua orang cewek yang lain (uni ’09 dan kak Rahma ‘07) bertugas untuk mencuci piring. Maklum piring yang dipakai semalam belum dicuci. Setelah semua siap, kami pun menyantap makanan dengan lahap.

Abis makan kegiatan dilanjutkan. Sesuai agenda, hari ini kami akan mulai hunting foto. Hunting akan dilakukan di lokasi air terjun. Akhirnya kami pun segera berangkat ke lokasi. Untuk sampai ke air terjun, kami harus menempuh perjalanan sekitar lima ratus meter. Tidak begitu jauh memang. Namun, karena kondisi jalan yang cukup terjal dan licin membuat kami harus berhati-hati menyusuri jalan setapak demi setapak sehingga butuh waktu yang cukup lama untuk sampai di tempat tersebut. Setelah menempuh perjalanan yang cukup menegangkan, kami pun sampai di lokasi air terjun.

Tak bisa dipungkiri, rasa lelah yang saya rasakan seketika lenyap takkala melihat pemandangan yang begitu indah. Tuhan dengan segala kebesaran_Nya telah menciptakan sesuatu yang benar-benar elok. Sungguh. Saya sendiri tidak tahu bagaimana mendeskripsikannya dengan kata-kata. Di air terjun ini terdapat banyak patahan sehingga membuat airnya nampat tersusun rapi. Disamping itu airnya juga cukup deras dan jernih, jika tidak turun hujan. Namun, jika hujan turun maka airnya akan keruh dan arus air akan semakin deras. Untungnya, sekarang airnya lagi jernih. Selain itu, cahaya matahari sangat bagus sehingga sangat mendukung untuk melakukan kegiatan memotret. Saya sendiri sebagai pemula, menggunakan kamera analog untuk memotret. Kamera analog adalah kamera yang masih memakai roll film sehingga harus benar-benar teliti dan cermat untuk menentukan objek yang akan di foto agar hasilnya bagus dan roll tidak terbuang sia-sia. Sedangkan kakak-kakak senior yang lain menggunakan kamera digital DSLR. Jika mamakai analog, kita tidak bisa melihat hasil fotonya secara langsung seperti halnya jika memakai kamera digital. Meskipun demikian, semangat saya untuk memotret tidak berkurang..  Terus saja saya jepret objek yang menurut saya cantik dan unik. Yang tentu saja setelah mengikuti pelatihan BCOP sedikit banyak saya mengertilah tentang angle foto yang bagus. Yah, meskipun masih sangat kurang. Gimana hasilnya, itu belakangan. Yang penting sekarang saatnya melakukan hal yang kita suka. Lakukan semua dengan hati pasti hasilnya akan bagus.
Setelah puas motret dengan analog saya istirahat sejenak. Saya sengaja menyimpan beberapa roll film untuk dipakai lagi besok. Sambil duduk-duduk saya memperhatikan teman-teman dan kakak-kakak senior melakukan aktivitasnya masing-masing. Ada yang motret, ada yang bermain-main air, dan ada juga yang bernarsis ria. Maksudnya, bukannya motret malah dirinya yang mau di foto. Hahaa…kurasa itu hal yang lumrah. Bagaimana pun manusia memiliki hasrat ingin selalu eksis dan ingin mengabadikan setiap momen yang dialami dan dilaluinya. Tak terkecuali saya tentunya. Saat asyik memperhatikan mereka, akhirnya saya pun tergoda untuk nimbrung dan ikutan mau di foto. Asik sekali memang ketika saat-saat seperti ini bisa diabadikan. Saat dimana kita kembali ke alam. Kembali merasakan sejuknya udara pagi dan segarnya air sungai yang tentunya belum terkontaminasi dengan bahan-bahan kimia. Sangat menyenangkan.
Setelah puas foto-foto kami pun sepakat untuk pulang. Apalagi perut sudah mulai berdendang minta diisi. Matahari sudah meninggi saat kami mulai mendaki untuk balik ke tenda. Perjalanan pulang ke tenda agak lebih cepat dibandingkan saat pergi. Sebab jalanan sudah mulai kering dan tidak terlalu licin. Alhasil, hanya butuh waktu sekitar dua puluh menit untuk tiba di tempat camping.

Setibanya kami di tenda, hal yang dilakukan tentu saja memasak. Kali ini kami berbagi kerja. Ada yang bertugas ambil air, ada yang masak, dan ada juga yang mencucui piring. Seperti biasa, saya memilih untuk cuci piring saja. Secara menurut saya itu lebih mudah. Hahaa….

Sambil menunggu makanan masak saya dan uni serta beberapa kakak senior memutuskan untuk mandi di sungai. Sungai yang dekat dari tempat kami mendirikan tenda. Yang juga merupakan tempat untuk mencuci piring serta bahan makanan yang akan dimasak. Segar sekali rasanya mandi di sungai. Puas mandi, kami pun kembali ke tenda yang jaraknya cuma beberapa meter dari sungai.
Makanan sudah siap takkala kami tiba di tenda. Asik sekali. Lalu kami pun menyantap makanan dengan lahap. Perjalanan ke air terjun tadi cukup menguras tenaga. Jadi, perlu kalori untuk mengembalikan energi tubuh. Hehee…

Selesai makan, kami beristirahat. Oiya, hari ini ada dua orang yang pulang ke Makassar. Katanya sech mereka ada urusan. Jadinya jumlah personil berkurang dua orang. Setelah mereka pergi kami kembali pada aktivitas yang tadi kami lakukan. Masing-masing istirahat dengan cara yang disukai. Ada yang tidur dalam tenda, ada yang baring-baring di matras dan slepping bag (SB), ada yang main domino. Saya sendiri berusaha untuk tidur di SB di bawah pohon. Namun, cahaya matahari yang masuk melalui celah-celah daun mengganggu tidurku. Sulit sekali rasanya tidur dalam keadaan seterang ini, apalagi cuaca cukup panas. Akhirnya, saya hanya bisa membolak-balikkan badan sambil tetap berusaha untuk terlelap. Puas mencoba tertidur, saya menyerah. Memang sepertinya mata saya tidak buisa terlelap. Akhirnya, saya mencoba mencari kegiatan lain. Ahaa.. ada gitar. Alhasil, gitar sudah ditangan. Tapi masalahnya saya tidak tahu main gitar. Hahaa…jadinya, cma dipeti-petik aja itu gitar. Meski tidak jelas nada yang keluar. Hehee… Capek juga main gitar, lagi pula mata saya sudah mulai tidak bisa diajak kompromi, alias udah mengantuk. Akhirnya, saya pun mencari tempat yang nyaman untuk tidur. Matahari sudah mulai condong ke barat takkala saya mulai terlelap. Waktu terasa begitu cepat berlalu. Matahari sudah mulai tenggelam ketika saya dan yang lainnya terbangun dari tidur.

Seperti biasa, abis shalat kami pun menyiapkan makanan. Lalu makan bersama-sama. Setelah itu ngobrol-ngobrol. Bercerita tentang hari ini. Kendala-kendalanya serta kesan-kesan selama disini. Pas lagi asyik ngobrol tiba-tiba beberapa kakak senior dari Makassar tiba di tempat kami. Sebelumnya mereka memang pernah bilang akan menyusul. Dan akhirnya mereka beneran datang di malam kedua. Hujan sedang turun takkala kakak-kakak datang. Mereka berjumlah enam orang. Mereka memakai mantel agar tidak kebasahan. Kami pun menyambut mereka dan mempersilahkan masuk di tenda utama. Lalu saya dan beberapa teman menyiapkan makanan untuk mereka. Berhubung waktu sedang hujan, maka air di sungai menjadi keruh dan tidak layak dipakai utnuk memasak. Alhasil, kami memakai air tadahan hujan di tenda untuk memasak mie. Kalau dibilang itu kotor, kurasa tidak. Lebih kotor mana coba dengan air di sungai yang sedang keruh-keruhnya. Hahaa… Yang jelas kami tetap memasak. Waktu itu kami hanya memasak mie sebab kebetulan masih ada sisa nasi dan ikan waktu kami makan tadi. Setelah semua siap kami pun mempersilahkan kakak-kakak makan. Abis itu ngobrol sejenak lalu istirahat. Saya dan uni pun kembali ke tenda cewek.

Minggu pagi, 7/5/2010. Pagi-pagi sekali saya bangun. Ternyata tiga orang senior yang pulang lebih dulu ke Makassar. Tidak lama kemudian teman-teman dan senior sudah bangun. Kali ini kami tidak langsung memasak, tapi langsung ke tempat air terjun. Rencananya kali ini, kami akan melanjutkan kegiatan hunting foto. Makanya kali ini kami pergi agak lebih pagi supaya bisa mendapatkan cahaya yang bagus untuk memotret. Akhirnya, perjalanan ke lokasi air terjun pun dimulai. Kali ini ada tambahan personil. Namun, ada pengurangan juga. Hanya saya dan dua orang yang pergi ke air terjun untuk kedua kalinya. Sebab teman yang lain sudah ada yang pulang dan ada juga yang sakit sehingga tidak bisa ikut hunting. Tepatnya, hari ini hanya tujuh orang yang pergi ke air terjun. Sisanya tinggal untuk menjaga uni yang lagi sakit serta menyiapkan makanan.

Seperti kemarin, untuk ke air terjun kami harus menempuh jalan setapak. Kali ini medan yang ditempuh lebih berat dari kemarin sebab semalam hujan. Jadinya, jalanan becek dan licin. Kami pun harus ekstra hati-hati saat akan turun di air terjun sebab madannya terjan dan benar-benar licin. Selain itu, sangat sedikit ranting pohon yang bisa dijadikan pegangan.

Akhirnya, dengan penuh kesabaran dan kehati-hatian kami pun tibna di bawah, di tempat air terjun. Keadaan air terjun hari ini berbeda dari kemarin. Kini airnya telah keruh dan tambah deras akibat dari hujan semalam. Namun, tidak mengurangi keindahannya. Hal itu pun tidak menyurutkan niat kami untuk tetap memotret. Saya sendiri tetap memotret pakai kamera analog dengan sisa roll film kemarin. Tak terasa sisi roll film telah habis terpakai. Padahal saya masih sangat ingin memotret. Akhirnya, saya pinjam kamera DLSRnya kakak senior. Hahaa…

Abis motret saya istirahat. Duduk-duduk di batu sambil memperhatikan kakak-kakak yang asyik dengan kegiatannya masing-masing. Sebagian mandi dan sebagian yang lain tetap memotret. Sedang saya sendiri asyik berpikir akan kebesaran Tuhan yang telah menciptakan semua ini dengan begitu sempurna. Kulihat lagi patahan-patahan batu berjejer rapi yang membuat aliran air jatuh membentuk sesuatu yang saya sendiri tidak tahu apa namanya. Yang jelas sesuatu itu sangat indah dipandang mata. Disisi lain kupandangi pohon-pohon yang begitu rimbun. Menambah keagungan ciptaan sang Mahakuasa.

Lamunanku terhenti saat seorang kakak mengingatkan untuk segera kembali ke tenda. Mengingat matahari sudah mulai meninggi dan hari ini rencananya kami akan kembali ke Makassar. Akhirnya, kami pun balik ke tenda dengan melalui rute yang sama. Tetap berjalan dengan hati-hati sebab medan yang ditempuh masih tetap licin.

Setiba di tenda saya lihat teman saya yang sakit sedang tidur. Sedang kakak senior yang lain sedang memasak. Setelah makan kami siap-siap untuk pulang. Tenda pun dibongkar oleh beberapa teman. Saya sendiri bertugas untuk cuci piring. Setelah semua beres kami pun melakukan perjalanan pulang. Berhubung karena pete-petenya tidak bisa sampai ke lokasi camping, akhirnya kami pun harus berjalan kaki untuk sampai di jalan besar. Jarak yang harus ditempuh sekitar satu kilometer. Bedanya kali ini kami melakukan perjalan pada siang hari jadi agak lebih mudah. Namun, karena ada salah satu teman saya yang sakit akhirnya kami harus memperlambat jalan kami. Dia pun harus dipapah oleh dua orang. Sebab jika tidak dipapah dia tidak akan bisa berjalan. Di tengah perjalanan turun hujan. Untungnya tidak begitu deras. Namun, cukup membuat kami kedinginan dan membuat jalanan sedikit licin.

Setelah berjalan sekitar lima puluh menit akhirnya kami sampai juga di jalan besar. Kami istirahat di sebuah warung yang ada di pinggir jalan sambil menunggu pete-pete. Tunggu punya tunggu pete-petenya tak kunjung datang. Akhirnya diputuskan untuk mencari pete-pete lain. Setelah mendapat pete-pete kami pun pulang ke Makassar.

Sebenarnya berat sekali rasanya meninggalkan Parangloe. Masih ingin tetap memandangi indahnya air terjun dan sejuknya udara pagi. Pastinya saya akan sangat merindukan kicau burung di pagi hari dan suara binatang malam pengantar tidur. Tentu saya akan merindukan semuanya. Hidup di alam bebas membuat kita tahu makna kehidupan yang sebenarnya. Memberikan banyak pelajaran yang tak bisa diperoleh di daerah perkotaan yang begitu sesak. Pelajaran tentang arti kesederhanaan, tentang pentingnya melestarikan lingkungan, dan tentang semuanya. Tetaplah lestari hutanku.
  

Tidak ada komentar:

Posting Komentar